Senin, 29 Juli 2013

Malam yang Kuperpanjang



Ditengah perpanjangan waktu malam yang kubuat sendiri, terpaku aku menatap pena yang sedang menyeringai sangar ke arahku. Kami saling beradu pandang dan memintal kemarahan masing-masing dalam dada.
Dia penaku dan aku majikannya, sudah sepantasnya jika aku marah lantaran ia tak mau menemaniku menari lagi.
"Seenaknya kau menjamahku sekarang! Aku sedang tak ingin, jadi pergilah!" sentaknya kemudian lalu melenggang pergi.
Aku geram, amat sangat!
Kutarik ia dengan paksa, kuputar dan kulenggak-lenggokkan semauku. Terang saja ia meronta. Namun tak kubiarkan lepas. Tetap saja kuajak ia menari di tengah waktu malam yang kuperpanjang sendiri.
Sret sret... tiba-tiba tak keluar tinta yang kuharapkan.
Oh Demi Tuhan, aku makin murka terhadapnya.
Ingin kucampakkan ia dengan melemparnya hingga berantakan.
"Lempar! Kau tunggu apa lagi? Aku sudah tak bisa memuaskanmu bukan? Sudah lempar saja, tak ada guna lagi jika aku tetap hidup. Tiap detik hanya kugunakan untuk meratap dan mengharap."
Kukernyitkan dahi, aku tak mengerti. Lalu kuurungkan niat untuk melemparnya ketembok.
"Kau iba sekarang? Buat apa? Aku sudah kering, terlalu lama menunggumu kembali, terlalu lama sakit lantaran kau selingkuhi dengan keegoisanmu," ia mengangis. Dadaku terhantam, pedih.
"Sudahlah buang saja aku, aku juga tak ingin hidup dengan kekosongan."

Malam yang kuperpanjang menjadi saksi kehinaanku sendiri. Aku malu, aku marah, aku kecewa. Aku menelantarkan apa yang sedari dulu menemaniku dan kubutuhkan.
Maafkan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut