Rabu, 26 Februari 2014

Antara Menunggu, Adhitia Sofyan, dan Moodbooster

Sore-sore setelah hujan, ada janji ketemuan sama wartawan, tapi gagal (lebih tepatnya diundur sih :p). Yah, wartawannya juga bukan mau wawancara tentang aku, tapi ada event amal yang lagi aku persiapin bulan ini. Akhirnya motorku belok ke cafe biar gak bete berkelanjutan.

Setelah masuk dan pesen kopi (cemilan juga lah, haha), sengaja milih tempat duduk yang empuk trus sebelahnya kaca yang super gede. Gak tau kenapa ya kalo nongkrong, duduknya di sofa sambil lihat awan mendung, minum kopi, gulat sama laptop, kayak lagi nyiptain moodbooster gitu. Dan kemudian gerimis romantis turun lagi >_<

Awalnya bingung, mau ngapain. Buka gugel tapi gak ada keyword yang nyantol, mau buka yutub tapi gak bawa earphone. Gak lucu kan kalo orang lain denger apa yang lagi aku buka di yutub (jangan bayangin kalo aku buka yang aneh-aneh walaupun itu mungkin aja kejadian, hahaha). Akhirnya aku kelarin kerjaan buat imel-imelan sama PR dan orang-orang yang perlu di-imelin. 

Setelah kelar, hadirlah kegalauan yang kedua. Sebenernya mau lanjutin "Judulnya: Januari, Warnanya Kucari" tapi lagi not in mood, jadilah aku buka blog temen-temen dan baca-baca ngalor ngidul. Di tengah-tengah jelajah di dunianya temen, tiba-tiba keinget sama blog yang belum khatam aku baca, blognya Om Adhitia.
FYI ya, Om ini tuh gak ganteng tapi nyenengin. Eh, bukan berarti aku doyan Om-om lho ya -_-". Yang bikin nyenengin itu pas dengerin lagunya. Lagunya unik, serius! Buat orang yang berprinsip galau is my life, lagunya Om Adhitia adalah solusi. Kenapa? Karena lirik sama aransemen lagunya tuuuuuuuhhhh galau abis tingkat dewa dunia dan akhirat lah pokoknya.
Nah, aku lanjut baca nih, ternyata Om ini punya sense of humor yang lumayan bikin aku cekikikan sendiri lah :D. Di balik liriknya yang gundah gulana resah dan gelisah itu, Om Adhitia kelihatannya sosok yang friendly dan gak se-kelabu lagunya. Cuman yaaaaaa, in the deep way, pasti Om Adhitia ini tipe-tipe pemikir dan total dalam menjalani kehidupannya (cieeeee bahasanya nggilani). Tapi beneran lho, kan kelihatan tuuh dari lirik sama caranya dia bawain lagu. So touching!!

Eh, lagi seru-serunya ada sms, "Mbak, hari ini saya ada di radio. Kita ketemuan habis maghrib, bisa?" It's a miracle, kan?? What a wonderful of waiting, kan jadinya, hahaha. Soalnya ya, orang yang sms ini tadi tuh super duper triple sibuk. Aku yang gak sibuk jadi sempet bete pas kemaren-kemaren beberapa kali nyamperin tapi gak ketemu dan sms berjuta-juta kali gak dibales dan telepon sampe hpku ngambek tapi gak diangkat.

Tulisan ini dibuat sebagai penutup acara penciptaan "moodbooster" serta pengisi kekosongan antara ketemu orang penting dan menghabiskan kopi :)
Sengaja nulis agak belepotan begini, mau cari suasana yang beda.

Judulnya: Januari, Warnanya Kucari #5

Aku takut? Jelas! Hati kecilku menolak semua yang tertangkap oleh mataku. Namun, bukankah ini drama yang membahagiakan? Dev telah bahagia dengan pilihannya dan aku berhasil hidup bersama dengan pria yang kupuja. Tapi.. tapi..

Ckiiiiittttttt... Bruak!!

Aduh.. Sakiitt...
___
"Ada yang tertabrak!!"

Riuh suara tapak kaki terdengar berbondong-bondong menghapiriku. Orang-orang itu ribut sekali tapi aku tak bisa menimpali, semua sarafku serasa lumpuh. Bahkan beberapa saat kemudian wajah-wajah bingung orang-orang itu semburat dan buram lalu gelap.
___
"Eeengghhh... Aduh, mimpi sialan. Aneh banget."

Aku mengerang seperti anak kecil karena memang mimpi barusan membuat badanku seperti habis terpeleset setelah lari maraton tiga jam lalu tertindih pesumo yang berbadan sebesar gunung merapi. Kurentangkan kedua tangan dan kakiku, mulet kata orang jawa. Kegiatan ini memang sangat manur untuk melemaskan tubuh pasca bangun tidur, biar gak bedlag. 

Setelah mulet, menguap, dan mengusir kotoran di sudut mata, aku baru sadar bahwa ini bukan kamar tidur hijauku. Lagi-lagi aku terdampat di ruang asing. Namun kali ini seperti bukan di mana-mana, hanya ada warna putih sejauh yang kulihat. Imajinasiku kembali liar, Jangan-jangan tadi bukan mimpi dan aku sudah...
___
Tempat tidur putih tadi sudah tertinggal jauh di belakang tapi tempat ini masih putih dan sunyi. Belum juga kutemukan seseorang yang bisa kujatuhi pertanyaan, anehnya aku merasa aman.

Lelah berjalan, kubaringkan tubuhku pada lantai. Kubiarkan ragaku tergeletak seadanya kemudian kunikmati sunyi dengan melayangkan pandanganku pada langit yang juga putih. Mungkin ini bukan surga karena tak kutemukan sungai susu dan taman buah juga para pelayan. Mungkin ini juga bukan neraka karena tak kutemukan api maupun siksaan. Namun jiwaku terasa damai, tak ada lagi urusan yang harus kupikirkan, nafasku pun terasa begitu ringan, aku betah.

Beberapa saat, kekosongan pikiran membuatku tertidur, kemudian aku terbangun oleh petikan senar nilon yang indah.
If I could bottled the smell of the wet land after the rain
I’d make it a perfume and send it to your house
If one in a million stars suddenly will hit satellite
I’ll pick some pieces, they’ll be on your way

"Lagu ini.."

Aku berlari, mencari asal petikan gitar yang sangat familiar ini dan sepertinya ada sesuatu dengannya. Dadaku bergemuruh,
In a far land across
You’re standing at the sea
Then the wind blows the scent
And that little star will there to guide me
dan pelan-pelan aku melafalkan lirik yang sama. Ya, aku mengenal lagu ini.
___
to be continued
___

Selasa, 18 Februari 2014

Hari ini Aku Menggambarmu, Blue!

Hey, Blue!

Hari ini aku menggambar!
Menggambarmu, Blue.
Tapi hari ini aku tidak mewarnaimu, kamu jelek!

Kamu jelek karena kamu menari-nari sendiri dari jauh, mengejek ketololanku di bumi.
Padahal kamu tahu, aku sedang berjuang. Berjuang untuk rasa syukurku.
Berjuang untuk nama damai yang telah kutulis besar-besar di depan jidat.

Kamu tahu, Blue, kelabu berlarut-larut meneriakkan hal yang sama berulang-ulang. Aku ingin mengeluh pada Tuhan, tapi kerjaanku selalu mengeluh ketika menghadap-Nya. Jadi urung kulakukan.
Beratus jam yang lalu, kutahan dukaku sendiri.
Berlembar tisu kemarin, kuhadiahkan pada kubangan pilu saudaraku.
Dan kamu hanya mengintip nakal dari balik semak kering, atau atap roboh, atau kaca pecah, atau rumah kosong, atau selimut bolong.

Aku jadi tahu sekarang tentang opera kolong meja yang pernah kau senandungkan.
Aku juga jadi ingat tentang lirik om Ebiet yang sering kau eja,
Mungkin Tuhan mulai bosan 
Melihat tingkah kita 
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa 
Atau alam mulai enggan 
Bersahabat dengan kita 
Coba kita bertanya pada 
Rumput yang bergoyang
================================================
Hey, You!
Yes, You!
I miss you, Blue ({})

Aku gak suka kita ngobrol macam begini, aku lebih suka menatap matamu ketika bercerita, aku lebih suka mencermati gerak bibirmu ketika tertawa, aku lebih suka menikmati waktu yang terlewat ketika kita bersama.
Makanya,
Hari ini aku menggambar!
Menggambarmu, Blue.
Tapi hari ini aku tidak mewarnaimu, kamu jelek!

Cepat hampiri jingga pagiku dan merah senjamu.
Tempat kita berbagi huruf "A" dan teman-temannya.
Jangan lupa berbaring di bawah bintang merahmu dan berjuta bintang kecilku.
Tempat kita melupakan huruf "A" dan teman-temannya.

Dengan kegundahan dalam merindumu,

en

Kamis, 13 Februari 2014

Judulnya: Januari, Warnanya Kucari #4

Pertanyaanku disambut dengan tawa renyah Dev, Devdas Aruna, "Ya belanja, Nis. Kamu sama siapa? Emier?" lanjutnya.

Tuhan, apa lagi ini? Dev kenal Emier?

___
Berbagai hal mengejutkan datang bertubi-tubi. Aku telah menikah, Dev mengenal Emier, dan sekarang aku sedang menyesap coklat panas bersama kebingunganku ditemani oleh Dev dan istrinya, Edna Lutia Yuki. Sebagai pelengkap hal aneh yang telah terjadi, Edna adalah sahabatku ketika kuliah dan seingatku Edna tak pernah menyukai Dev. Edna adalah orang terdepan yang paling membara yang menyuruhku untuk memutuskan hubungan dengan Dev.

Dev dan Edna bercerita banyak sekali, mulai dari persahabatan kami bertiga, pernikahan mereka yang hanya berjarak seminggu dengan pernikahanku, bulan madu ala bagpacker yang sering kami bertiga impikan akhirnya terlaksana, hingga mereka tersenyum bertatapan dan mengungkapkan tentang penantian bahagia menuju keluarga yang utuh yaitu kelahiran anak pertama mereka.

"Jadi, kapan kamu isi?" Tanya Edna kemudian.

Uhuuk.. Terkutuklah gumpalan coklat di cangkirku yang membuatku tersedak, "Ehm, aku belum kepikiran. Mungkin karna aku dan Emier masih mau pacaran," jawabku asal. Asal terlihat aku sedang menikmati fakta aneh yang terjadi.

"Cieeee.. romantis yah, Ay." sahut Edna pada Dev. Mereka tertawa. Aku? Tersenyum sekenanya, melengkapi drama yang kubiarkan mengalir.
___
"Kamu gak dijemput Emier?"

"Enggak, aku bisa naik taksi."

"Kita antar pulang aja yah?" Kali ini Edna seperti sedikit memaksa. Kepaksakan tersenyum lebar, memastikan bahwa aku benar-benar tidak apa-apa jika pulang sendiri.

Dev dan Edna melambaikan tangannya dari dalam mobil, kubalas masih dengan senyum terpaksa. Kami berpisah di tempat parkir, aku berjalan menuju jalan raya untuk mencari taksi.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Pertanyaan itu yang selalu terulang oleh hatiku. Semua orang memaksaku untuk berpikir, namun semakin kucari kejelasan semakin bias dan tak dapat kucerna sama sekali. Aku memang belum menghubungi ayah dan ibu karena aku takut mereka akan membuat drama ini semakin terlihat nyata.

Aku takut? Jelas! Hati kecilku menolak semua yang tertangkap oleh mataku. Namun, bukankah ini drama yang membahagiakan? Dev telah bahagia dengan pilihannya dan aku berhasil hidup bersama dengan pria yang kupuja. Tapi.. tapi..

Ckiiiiittttttt... Bruak!!

Aduh.. Sakiitt...
___
to be continued
___

Sabtu, 08 Februari 2014

It's a Letter For You (Blue)

Hai, Blue, lama tak berjumpa :)
Kemana kau bertualang? Mengapa tak ada kabar? Bahkan berpamitan pun tidak.
Kau tahu, aku merindukan kalimat-kalimat singkat yang kita tukar di tengah denting waktu.
Hey, tapi kemarin kau hadir dengan tiba-tiba sambil mencium kuncup imajiku yang hampir kering, terima kasih.
Dan aku bangun dengan senyum terkembang.

Lama tak menyapamu semakin membuatku kelu sebenarnya, tapi Blue, kau selalu tahu bagaimana mencairkan kebekuan di antara kita.

Blue, janji ya kau akan cepat kembali.
Pamerkan lagi gigi-gigi rapimu bersama jingga pagi padaku :)

Oh ya, suatu hari saat kujiplak sketsa lekukmu, boleh kan kuperlihatkan pada dunia?
Aku ingin dunia tahu betapa manisnya senyum lebarmu yang lengkap dengan ekspresi tengil itu >_<

Dengan sejuta rindu,

en

Pengikut