Sabtu, 25 Januari 2014

Judulnya: Januari, Warnanya Kucari #3

Ternyata aku baru terbangun dari mimpi dan aku tertidur di depan laptop di atas meja kerjaku.

"Makasih ya, Mas Emier." senyum lebarku yang aneh karna masih lemas dan ling-lung, disambut dengan cubitan di pipi kananku oleh Emier.

___
Kurasa pekerjaanku adalah seorang penulis. Karena setelah aku cek semalam, ketika setelah terbangun dari mimpi, laptopku penuh dengan draft tulisan. Tulisan esay, cerpen, novel, maupun biografi, tersusun rapi pada memory hard disk laptopku. Satu persatu kubaca, satu per satu kecerna. Memang benar semuanya mengandung gaya tulisanku tapi aku tetap tidak mengerti. Aku tak pernah merasa pernah menulis semua itu.

Oh ya, satu hal lagi, Emier. Do you believe that we've maried? Aku bergidik semalaman karena harus tidur di sampingnya. Bahkan jantungku hampir berhenti ketika tangannya mendekap tubuhku dengan tidak sengaja. Oh, Tuhan, aku benar-benar bingung karena seingatku Emier masih menjadi tetangga berumah jingga. Tepat seperti mimpiku semalam, seingatku Emier masih menjadi tetangga berumah jingga. Emmm, kecuali gadis kecil yang ada difoto. Aku tak ingat pernah mengenalnya.

Gledek.. gledek.. gledek..
Trolly belanjaan kudorong perlahan masih dengan otak yang penuh dengan kekacauan. Isi trolly pun ikut kacau karena sebenarnya aku tak tahu harus belanja apa. Aku hanya ingin keluar dari rumah asing itu untuk menenangkan ketegangan dalam kepalaku dan hal paling logis yang terlintas dikepala selain kabur kemudian berteriak minta tolong seperti orang gila adalah belanja.

Aku berhenti pada rak minuman, entah kenapa aku berhenti tapi sepertinya ada hal wajib yang selalu aku beli ketika belanja. Kedua bola mataku menelisik satu persatu merk dan jenis minuman yang ada, mencari-cari sesuatu yang aku yakin mampu membuatku tenang. Dan...

Bruak..

"Aduh!"

"Eh, maaf. Kamu gak papa?"

Kuusap-usap tungkaiku yang terbentur trolly lantaran tertabrak oleh trolly orang ceroboh di hadapanku ini. Aduh ini orang bloon banget sih, runtukku dalam hati.

"Lho, Anisa? Sendirian?" lelaki ceroboh barusan semakin membuatku terperangah lantaran memanggil namaku dengan lantang. Kudongakkan wajahku padanya, jantungku kembali jumpalitan dan aku hampir hilang kesadaran.

"Lho, kamu? Ngapain?" pertanyaan bodoh itu saja yang mampu meluncur dengan lancar ketika aku sedang bingung. Bingung kenapa? Karena dia adalah mantan kekasih yang kutinggalkan lebih dari tiga tahun lalu. Aku menghindarinya agar dia tak lagi mengharapkan hubungan kami bisa kembali.

Pertanyaanku disambut dengan tawa renyah Dev, Devdas Aruna, "Ya belanja, Nis. Kamu sama siapa? Emier?" lanjutnya.

Tuhan, apa lagi ini? Dev kenal Emier?

___
to be continued
___


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut