Rabu, 15 Januari 2014

Judulnya: Januari, Warnanya Kucari #2

Tiba-tiba pandanganku terantuk pada sebuah bingkai foto paling kecil di antara bingkai lain yang tersusun rapi pada buffet antik di ruang tamu itu. Foto Emier bersama gadis kecil, mereka sedang di taman bunga, Emier dengan senyum manisnya duduk pada gazebo yang penuh dengan tanaman rambat dan hiasan balon warna-warni sedangkan gadis kecil itu berdiri di sampingnya sambil tertawa.
___
Aku penasaran, Siapa ya? Perasaan Mas Emier punya adik tapi udah kuliah. Tanganku spontan meletakkan pop up box dan ponsel yang sedari tadi kugenggam kemudian berdiri menghampiri foto itu. Tanganku mengambil foto berbingkai kayu ukiran jawa itu dan mendekatkannya dengan jarak pandangku. Semakin dekat kulihat, gadis kecil itu sangat mirip dengan Emier. Matanya, garis pipinya, bibirnya, lengkung alisnya, bentuk hidungnya, aku seperti melihat wajah Emier kecil yang terbungkus dalam tubuh seorang gadis. Siapa ya?

"Lucu, ya?" suara Emier mengejutkanku dan membuat tanganku meletakkan bingkai kayu itu dengan kasar. Sebelum pertanyaan dalam otakku semakin liar, Emier kembali muncul dengan tiba-tiba sambil membawa nampan berisi dua cangkir putih yang kemudian diletakkan di atas meja tamu.

"Eh, i..iiya, Mas. Cantik," jawabku gugup. Kubenarkan letak bingkai kayu itu kemudian kembali duduk.

"Silahkan, Nis. Seadanya aja yah, abis Mama lagi pergi. Di rumah juga cuman ada aku," ujarnya sambil terkekeh lucu. Senyumku yang kaku, kubuat senormal mungkin. Aku tak tahan melihat ekspresi Emier seperti itu, wajah lucunya selalu membuat jantungku jumpalitan. Kualihkan pandanganku pada cangkir putih berisi cairan berwarna coklat, yang masih berasap, di hadapanku agar pipi merahku tak terlihat olehnya.

"Iya, gak papa kok, Mas."

Kuraih cangkir putih itu dan mendekatkannya pada bibirku. Belum sampai kuminum, aroma khas coklat memenuhi rongga penciumanku dan menerbangkan alam khayalku. Kupejamkan mataku agar aromanya dapat kucerna jelas. Semakin dalam kuhirup, aromanya semakin jelas. Semakin penuh dadaku dengan rasa coklat, perlahan suasana menjadi berbeda.

Kubuka perlahan kelopak mataku. Aneh, rasanya sangat berat. Seperti mataku telah terpejam sangat lama. Perlahan cahaya putih dan beberapa warna buram tertangkap retinaku yang kemudian makin lama makin jelas.

"Aiihh, kasihan yang lembur.. Coklat panasnya, Sayang. Aku ikutan lembur buatin kamu coklat, maklumin yah kalo rasanya aneh," ujar lelaki di hadapanku disusul dengan tawa renyah yang tak asing di telingaku.

Ternyata aku baru terbangun dari mimpi dan aku tertidur di depan laptop di atas meja kerjaku.

"Makasih ya, Mas Emier." senyum lebarku yang aneh karna masih lemas, disambut dengan cubitan di pipi kananku oleh Emier.
___
to be continued
___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut