Kamis, 28 November 2013

Cahaya Terakhir

Kurus, putih, tidak tinggi juga tidak pendek, temanku adalah hitam, kekasihku adalah sunyi.

Suatu hari, saat mega menyapa dengan lembut dan sepoi angin senja menerbangkan daun-daun kering yang telah mati, tanda bahwa peluh sudah waktunya untuk mengering. Aku masih di sini, terlentang sendiri.
Tiba-tiba, saat mega mengucapkan selamat tinggal, aku ditarik paksa. Rupanya pijar titik cahaya menghilang entah ke mana, inilah waktuku untuk bekerja.

Waktu itu, aku bertugas dihadapan sebuah cermin yang sangat tinggi dan besar. Tinggi badanku mungkin hanya sepersepuluhnya. Aku berharap, pekerjaanku akan menjadi hal yang paling berkesan karena cermin itu. Kupandangi lekat sosokku yang terpantul, buram. Aku tak sanggup menelaah lekukku, terlalu silau.


Pekerjaan kala itu sangat panjang, sosok buram dan silau pada cermin juga makin lama makin rendah. Tubuh tegakku sudah tak lagi tegap, aku mulai lemah.

Ayam telah saling sahut, menyiarkan tentang hangat yang segera datang. Tepat ketika cahaya mulai menyelinap nakal dari sela-sela jendela, sosok buram dan silau pada cermin meredup lalu lenyap, kemudian jiwaku ikut tuntas.

Kurus, putih, tidak tinggi juga tidak pendek, temanku adalah hitam, kekasihku adalah sunyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut