Selasa, 22 April 2014

Ini Tentang Hujan, Beri Judul Sendiri

Ternyata aku tak sekuat itu, stepping forward not makes my face stop to watch behind.

Suatu hari ketika hujan menjadi pereda gerah, ada sebuah pesan singkat yang menanyakan tentang "Apa yang terlintas di otakmu waktu hujan?" Maunya aku jawab asal, "Basah, mantel, cucian numpuk dan gak kering, batal jalan, keluhan," tapi jariku marah. Dia maki-maki otakku dan bilang kalau itu hal bodoh.

Hujan-hujanan, es krim, jendela besar, lampu kuning, main basket, having a stupid conversation with a silly man,
Kangen..
Hujan, dengan sejuta titik air yang terjun bebas entah dari kran air Tuhan yang mana, selalu berhasil merayu otakku untuk mengunjungi kotak-kotak usang dan berdebu pada sudut "whatch your step". Ketika satu persatu debu mulai ditiup dan berhamburan, aku menyerah untuk menolak membukanya. Kemudian, duduklah otakku dengan bersila, mengeluarkan perlahan semua yang ada. Kadang dia memerintah bibirku untuk tersenyum atau bahkan tertawa, namun yang sering dia lakukan adalah memaksaku untuk tertawa sedangkan yang sebenarnya ingin dia lakukan adalah mencari pundak terdekat.

Semakin hari, akan semakin banyak kotak kardus usang yang menumpuk di sana. Membakarnya? There is no fire to burn, no water to wet, no scissors to cut. Tuhan menciptakannya dengan ruang tanpa batas, that's why there is no that stuff.

I'm not grieving, I'm not sorry, because I've forgive them. But,
Ternyata aku tak sekuat itu, stepping forward not makes my face stop to watch behind.

___________________________________________

Sejuta titik air yang terjun bebas akan berakhir pada tempat yang berbeda, walaupun pada awalnya dia berasal dari kran Tuhan yang sama. Ada yang menggenang dan nyaman, ada yang mengalir dan mencari petualangan, ada yang tak peduli dan membiarkan titik air lain menggiringnya entah ke mana. Takdir? Yang benar saja, nyalakan panel imajinasi dan bayangkan bahwa tiap titik air punya cita-cita.

___________________________________

Lalu apa sebenarnya yang aku tangkap ketika hujan membasahi harapan-harapan manusia dan membuat mereka mengeluh karena air membuat sejuta langkah terhambat?
Aku menangkap senyum penjaja jasa yang menghitung lembar-lembar kusut di sudut halte berkarat atau pojok gedung-gedung angkuh atau di bawah jembatan penyebrangan, sambil membawa payung berwarna pelangi.

Pelangi, tak selalu tentang visualisasi dari pembiasan atas cahaya matahari pada titik-titik air hujan.
Hujan, tak selalu tentang air dan kelabu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut