Selasa, 10 Desember 2013

Kau Payungku, Aku Bukan Hujanmu

Aku mengagumimu, sekian lama, sejak kamu keluar dari balik rumah merah muda itu. Mungkin kamu lupa, atau bahkan kamu tidak peduli. Namun hari itu, hari paling indah dalam sejarahku menelusuri tiap detail bumi.
Semenjak pagi itu, kala aku sedang turun dan berpapasan denganmu, aku jadi tak sabar menunggumu keluar dari rumah merah muda itu. Aku memantau rumah merah mudamu, pagi, siang, sore, malam, tak kukenal rasa lelah dan jengah. Berhari-hari menanti, jumpamu tak kudapati.
Aku berkeluh pada seorang kawan, kemudian dia memberiku saran, lalu buru-buru kuterapkan.
Benar saja, kamu muncul. Kita saling berjumpa, bertatap muka. Aku gembira!!
Namun apa, perjumpaan itu berbuah petaka. Kegiranganku membuatmu terluka.
Seketika kamu berubah menjadi bangkai tanpa jiwa, terbengkalai dan dibuang begitu saja.

Kepergianmu membuatku sadar, kamu ada karena aku ada.
Aku tak muncul, maka kamu pun tak ada alasan untuk keluar.
Aku dan kamu, tak ada yang harus saling meniadakan.
Kita akan selalu berjuma pada momen yang sama.
Namun ...
Walaupun kita beriringan, searah dan sejalan, kita tak akan pernah bertemu pada satu titik yang sama.
Karena aku Hujan, dan kau Payung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut